Salah satu tempat populer di kota Yogyakarta untuk diketahui adalah sejarah Jalan Malioboro. Karena banyak dari pelancong yang berkunjung tidak mengetahui soal sejarahnya, namun hanya untuk sekedar jalan di tempat wisata tersebut.
Lokasinya sangatlah strategis, yakni dekat dengan atraksi wisata lainnya, seperti Stasiun Tugu, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg, hingga menjadi titik nol kilometer Yogyakarta. Selain itu, memiliki banyak fakta unik dan filosofi yang berkaitan dengan keraton Yogyakarta.
Ketahui Sejarah Jalan Malioboro, Bukan Hanya Tempat Wisata
Pasalnya, nama Malioboro sendiri telah menjadi salah satu jalan di pusat Kota yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga perempatan Kantor Pos. Sejarah Jalan Malioboro berasal dari bahasa sansekerta malyabhara, yang memiliki arti sebagai karangan bunga.
Adapun beberapa sejarawan memiliki pendapatnya mengenai nama Malioboro berasal dari nama kolonial Inggris bernama Marlborough yang pernah tinggal di Yogyakarta sekitar tahun 1811-1816 M. Jalan tersebut pertama kali dibangun oleh pemerintah Belanda sebagai pusat perekonomian tahun 1790-1945 cukup populer.
Selain itu, pertumbuhan transaksi juga semakin meningkat sejak kehadiran pedagang dari Tinghoa. Dibangun dan digunakan untuk seremonial tertentu selama 50 tahun sebelum orang Inggris mendirikan pemerintahannya di daerah Jawa.
Beberapa Fakta Unik dari Jalan Malioboro
Dikenal sebagai pusat wisata, kuliner, belanja, hingga sejarah Jalan Malioboro yang mengesankan. Dibalik keramaiannya tersebut, terdapat beberapa fakta unik yang jarang diketahui oleh banyak pengunjungnya.
Ini beberapa fakta unik dari Jalan Malioboro yang perlu Anda ketahui, di antaranya adalah sebagai berikut ini:
1. Kawasan Nol Kilometer
Kawasan ini menjadi nol kilometer sebagai patokan kawasan Yogyakarta dengan kota lainnya. Letak keberadaannya di lintasan antara Alun-Alun Utara hingga Ngejaman. Selain itu, titik nol ini juga dikenal sebagai tempat wisata bersejarah.
Sehingga, membuat sekitar jalan ini memiliki bangunan-bangunan kuno yang disebut dengan Loji atau bangunan tua peninggalan Belanja. Tidak jarang tempat ini menjadi salah satu destinasi yang perlu dikunjungi wisata luar kota.
2. Pusat Pemerintahan
Mengetahui sejarah Jalan Malioboro yang menjadi pusat wisata kuliner hingga belanja, juga difungsikan sebagai pusat Pemerintahan Yogyakarta. Di mana sekitar Malioboro terdapat kantor Gubernur serta Kantor Perwakilan Rakyat Daerah.
Keberadaannya di pusat kota terbilang sangat strategis, banyak masyarakat yang datang untuk mengurus banyak keperluan, seperti status kependudukan, legalitas, dan lainnya. Selain itu, terdapat juga Istana Negara sengaja dibangun sekitar kawasan wisata ini.
3. Pusat Perdagangan
Adapun sejarah Jalan Malioboro awalnya menjadi pusat perdagangan mulai dari tahun 1758. Saat itu dibangun Pasar Gedhe yang menjadi pusat perekonomian masyarakat sekitar hingga ditetapkan sebagai tempat jual beli oleh Sri Sultan HB I.
Semakin banyaknya pedangan berjualan, hingga mendirikan payon-payon sebagai tempat peneduh dari panas dan hujan. Setelah itu di tahun 1923-1926, payon tersebut dirobohkan dan digantikan dengan bangunan beton lebih kokoh saat pemerintahan Sri Sultan HB VII.
Kini Pasar Gedhe tersebut berubah nama menjadi Pasar Beringharjo, namun sangat disayangkan masa keemasannya meredup di tahun 1920-1930 akibat adanya depresi Ekonomi Global. Sehingga mengakibatkan lonjakan harga jual barang menjadi tidak stabil dan banyak pedangan gulung tikar.
4. Pusat Komunitas Seniman
Pada tahun 1960-an juga dikenal sebagai pusat kegiatan para komunitas sastra di Malioboro. Salah satu diantaranya ada A. Bastari Asnin, Nasjah Djamin, Idrus Ismail, serta Motinggo Busye.
Perkumpulan tersebut menghasilkan banyak karya sastra dari cerita pendek, puisi, hingga masih banyak lagi. Ada salah satu judul cerita penduk terkenal adalah “Di Bawah Kaki Pak Dirman” serta “Lengganglah Hati di Malioboro”.
Hingga banyak kelompok seniman menghidupkan tempat ini sebagai pusat seniman di Taman Budaya Yogyakarta untuk memberi ruang melalui acara bernama Gumaton Art Street.
Acara tersebut juga digelar di 6 titik sepanjang Jalan Malioboro yang menampilkan beragam acara seni tradisional, mulai dari tari, musik, dan masih banyak lainnya. Banyak masyarakat atau wisatawan untuk melihat berbagai hasil karya seni, maupun sekedar nongkrong.
5. Usia Malioboro Lebih Tua dari Keraton Yogyakarta
Berdasarkan dari sejarah Jalan Malioboro, keberadaannya sudah ada jauh dari sebelum berdirinya Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Saat itu cenderung digunakan sebagai penghubung Pesanggrahan Garjitawati atau Ayogya dan menjadi lokasi berdirinya Keraton Yogyakarta.
Jalanan ini kerap dilalui oleh rombongan Kerjaan Mataran Islam dari Keraton Kartasura untuk membawa Jenazah raja maupun keluarga Kerajaan yang akan dikebumikan di Imogiri. Selain itu, juga sebagai jalan seremonial saksi bisu kedatangan para gubernur jenderal dan pejabat Eropa menuju keraton.
Di mana seremonial tersebut menjadi suatu kegiatan penting bagi orang jawa, karena memiliki arti untuk memberikan penghormatan dan menjinakkan kekuasaan lebih besar. Untuk itu tempat ini selalu ramai dari banyaknya aktivitas masyarakat.
Dengan sejarah Jalan Malioboro, pada Februari 2022 silam Pemkot Yogyakarta sudah merelokasikan para pedagang kaki lima ke teras Malioboro.