Sejarah Easter Island Statues atau Pulau Paskah dikenal sebagai nama asli Rapa Nui, sejarah ini masih banyak yang tidak diketahui oleh Masyarakat Indonesia.
Pulau tersebut sebenarnya terletak di Samudera Pasifik bagian tenggara. Selain itu, juga menjadi rumah bagi arkeologi paling terkenal di dunia, yaitu patung batu besar yang disebut moai.
Mengenai Sejarah Easter Island Statues
Patung moai sendiri sebenarnya pertama kali diperkenalkan kepada dunia Barat pada tahun 1722 oleh penjelajah Belanda, yaitu Jacob Roggeveen. Beliau sendiri sebenarnya tiba di Pulau Paskah pada hari Paskah, yang kemudian memberi nama pulau tersebut.
Berikut ini penjelasan terkait sejarah Easter Island Statues yang perlu dipahami, di antaranya adalah sebagai berikut ini:
1. Tentang Rapa Nui
Rapa Nui ini sendiri berjarak 2.000 mil lebih dari daratan Amerika Selatan. Bahkan, jaraknya hampir 1.300 mil dari pulau terdekat. Hal tersebut tentu menjadikannya sebagai salah satu tempat yang paling terisolasi di dunia.
Menurut sejarah Easter Island Statues, pulau tersebut tentu dihiasi dengan ratusan patung moai yang telah tersebar di sepanjang garis pantai. Patung-patung tersebut biasanya ditempatkan di atas platform batu yang disebut ahu.
Sebagian besar moai berdiri tegak, sementara yang lain tergeletak di tanah, dan sebagian lainnya masih dalam tahap pengerjaan di tambang batu.
Setiap patung moai, tentunya memiliki ciri khas yang serupa, seperti: kepala besar, telinga panjang, hidung mancung, serta bibir tipis. Tinggi rata-rata patung tersebut sekitar 13 kaki. Di mana beratnya hanya sekitar 10 sampai 80 ton saja.
Sejarah Easter Island Statues ini juga ditandai dengan moai terbesar yang pernah ditemukan, dikenal dengan sebutan Paro. Tinggi moai tersebut sebenarnya lebih dari 33 kaki dan berat hanya sekitar 75 ton saja.
Namun, sebagian besar patung ini ternyata masih setengah jadi di tambang Rano Raraku. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada patung lebih besar lagi yang tidak sempat diselesaikan.
Sebagian moai juga telah dihiasi dengan pukao, yaitu topi silinder yang dibuat dari batu merah. Para ahli berpendapat bahwa pukao tersebut melambangkan gaya rambut tradisional atau penutup kepala bangsawan.
2. Asal Usul dan Fungsi Moai
Patung moai tersebut sebenarnya telah diperkirakan telah dibuat langsung oleh suku Rapa Nui antara abad ke-10 dan ke-16. Tujuan utama dari pembuatan patung ini untuk bisa menghormati leluhur yang telah meninggal.
Patung tersebut juga dipercaya memiliki kekuatan spiritual yang melindungi penduduk pulau. Oleh karena itu, sebagian besar patung yang ditempatkan tersebut menghadap ke arah pedalaman.
Jadi, seolah-olah melindungi desa penduduk, dengan adanya ancaman yang datang dari luar. Sebagian besar patung ini tentunya telah dipahat langsung dari batu vulkanik. Di mana asalnya dari sebuah tambang Rano Raraku.
Para peneliti juga telah memperkirakan bahwa proses pembuatan satu patung ini memakan waktu beberapa bulan sampai tahunan. Hal tersebut tergantung dari ukurannya. Setelah selesai dipahat, patung tersebut akan langsung dipindahkan ke lokasi lain di pulau itu.
Suku Rapa Nui ini tentu akan memindahkan patung yang begitu berat dari tambang ke tempatnya berdiri. Bahkan, sampai saat ini suku tersebut tentunya masih menjadi salah satu bahan perdebatan di kalangan para arkeolog.
Beberapa teori sejarah Easter Island Statues telah menyebutkan bahwa penduduk setempat menggunakan sistem batang kayu. Ini sebagai landasan untuk bisa menggeser patung-patung tersebut.
Teori lain yang lebih modern juga menyarankan bahwa moai mungkin akan digoyangkan dari sisi ke sisi dengan bantuan tali. Hal tersebut hampir sama seperti cara menggoyangkan kulkas besar untuk memindahkannya.
3. Kemunduran Peradaban Rapa Nui
Pada masa kejayaannya, sejarah Easter Island Statues ini telah diperkirakan dihuni oleh sekitar 15.000 penduduk. Namun, menjelang abad ke-17, ternyata populasi Rapa Nui mulai mengalami penurunan drastis.
Salah satu teori menyebutkan bahwa penyebabnya yaitu penebangan hutan secara besar-besaran untuk keperluan pembangunan dan pemindahan moai. Hal tersebut tentu menyebabkan degradasi lingkungan.
Tanpa adanya pohon, penduduk pulau kehilangan sumber daya penting. Misalnya saja seperti kayu untuk membuat perahu dan peralatan, serta kemampuan untuk bercocok tanam semakin menurun.
Selain itu, konflik internal juga memainkan peranan cukup penting dalam keruntuhan peradaban tersebut. Hal ini ditunjukkan pada bukti arkeologi pada titik tertentu.
Bahkan, saat itu banyak sekali moai yang sengaja dirobohkan oleh penduduk setempat. Hal tersebut mungkin akibat adanya perpecahan sosial atau perang antar kelompok.
Kedatangan orang Eropa sendiri sejak abad ke-18 juga membawa penyakit dan perbudakan. Di mana mempercepat kemerosotan populasi pulau. Pada akhir abad ke-19, sejarah Easter Island Statues menunjukkan populasinya hanya tersisa beberapa ratus orang saja.
Kini, moai Pulau Paskah tidak hanya merupakan simbol dari kebudayaan Rapa Nui. Namun, juga ikon global yang mewakili misteri dan keajaiban peradaban kuno.
Pulau Paskah tersebut sekarang juga menjadi salah satu bagian dari adanya sebuah Chile. Situs arkeologi ini turut dilindungi sebagai Taman Nasional Rapa Nui serta diakui Situs Warisan Dunia UNESCO.
Sejarah Easter Island Statues menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan antara kemajuan manusia serta perlindungan alam.